Lini Masa Cergam
Disusun oleh Hikmat Darmawan & Iwan Gunawan

Fase Kepeloporan
Temuan baru dari Iwan Gunawan diumumkan dalam pameran Dunia Komik di Galeri Nasional, 3-18 April 2018, menyebutkan adanya beberapa komik setrip di majalah D’Orient, sebuah majalah popular di Hindia-Belanda. Salah satu karakter komik setrip itu bernama Kromo, yang dicipta oleh seseorang bertandatangan “Ton”. Telaah arsip juga menemukan bahwa Sin Po edisi 1929 menerbitkan sebuah komik asal Denmark (tercatat, trademark dari Kopenhagen) dan menggubah nama seri komik setrip itu menjadi Sie Swee Siao. Sin Po adalah sebuah majalah popular yang berbasis budaya etnik Cina di Hindia Belanda. Dalam komik itu, kita juga melihat iklan-iklan yang telah fasih menggunakan vokabulari visual komik.
Put On karya Kho Wang Gie adalah komik setrip Indonesia modern pertama, dalam arti ia bukan karya gubahan atau karya warga “asing”, menurut catatan sejarah sejauh ini. Komik setrip Put On terbit pertama kali pada Sin Po edisi Januari 1931. Komik ini tentang seorang lelaki keturunan Cina yang kocak, hidup di sebuah lanskap urban yang baru pada awal abad ke-20 di Batavia/Jakarta. Politik kolonial tidak diungkapkan gamblang dalam komik setrip ini, tapi polah tingkah Pu Ton jadi komentar sosial sekaligus merekam kehidupan urban Indonesia yang berevolusi sejak jaman kolonial, melintasi era Revolusi, sehingga jauh sesudah itu. Kho Wang Gie masih membuat komik setrip Put On hingga ia wafat pada 1983.
Setelah Put On, komik setrip Indonesia tumbuh dan menarik para seniman berlatar pendidikan seni rupa modern maupun sastra. Contoh utama adalah Abdoel Salam, salah seorang pendiri Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia, sebuah organisasi modern para pelukis dan seniman yang dikenal luas sebagai didirikan oleh S. Soedjojono, seorang pelukis modern pelopor di Indonesia). Karya Abdoel Salam, Kisah Pendudukan Jogja adalah sebuah karya klasik dengan gaya realistik yang berhasil menangkap suasana Revolusi pada 1949. Komik ini terbit pertama kali pada 4 Februari 1952, di harian Kedaulatan Rakjat.
Salah satu komik setrip terpenting dari era ini adalah Mentjari Poetri Hidjau (1939) oleh Nasroen AS, seorang pelopor komik petualangan di Indonesia. Pada periode ini, kita juga bisa melihat karya-karya berformat cerita panjang (long form storytelling comics, atau bisa juga disebut “novel grafis”) paling dini di Indonesia. Misalnya, komik karya Nasjah Djamin, seorang novelis prolifik yang mengawali karir seninya sebagai pelukis. Komiknya, sebuah contoh awal kepekaan novel grafis, adalah Hang Tuah, diterbitkan Balai Pustaka pada 1949.
– Hikmat Darmawan
1925
Beberapa kartun dan komik setrip ditemukan dalam majalah Hindia-Belanda, D’Orient. Salah satunya adalah Kromo, karakter utama yang diciptakan oleh “Ton”.
1929
Majalah Sin Po menerbitkan kartun-kartun dan iklan yang menggunakan bahasa komik modern.

1931
Seri Put On (karya Kho Wang Gie) dimuat pertama kali di Sin Po, edisi 17 Januari 1931. Dianggap sebagai seri komik strip pertama di Indonesia, Put On mampu bertahan hingga Sin Po dibredel pada 1960. Setelah itu, Put On muncul di beberapa media lain, hingga Kho wafat pada 1983.
1938
Camouflage, karakter komik setrip yang dikisahkan sebagai seorang Belanda yang tinggal di Batavia, dicipta Billy Cam dan terbit di majalah D’Orient.

1939
- Majalah Keng Po, sebuah media grup berlatar Cina-Melayu, mencoba menerbitkan komik setrip dengan karakter mirip Put On, berjudul Si Tolol, dalam mingguan Star Magazine (1939-1942). Seusai perang, majalah baru Star Weekly juga menerbitkan karakter komik setrip baru, Oh Koen. Keduanya tak mampu menyaingi popularitas Put On.
- Mingguan Ratu Timur pada 1 Februari 1939 memuat komik legenda kuno, Mentjari Puteri Hidjau, karya Nasrun A.S.

1942
Harian Sinar Matahari di Yogya, memuat Pak Leloer dan Roro Mendut (B. Margono).
1943
Saseo Ono, seorang seniman Jepang yang ditunjuk militer negaranya jadi seorang perwira bidang propaganda semasa pendudukan Jepang di Indonesia, mencipta komik setrip Papaya atau Pi Chan untuk koran Kana Djawa Sinbun. Berkisah tentang kehidupan sehari-hari di Indonesia.

1947
Majalah Keng Po menerbitkan komik setrip Amerika dari sindikasi King Features Syndicate dan semacamnya, a.l. seri Tarzan karya Hal Foster, Burne Hogarth, dll. Seri Tarzan banyak memengaruhi komikus Indonesia mencipta genre “petualangan rimba”.
1952
- Koran Kedaulatan Rakjat edisi 4 Februari 1952 menerbitkan komik setrip Kisah Pendudukan Jogja karya Abdoel Salam. Komik ini semi-reportase (laporan pandangan mata) atas peristiwa bersejarah, karena Abdoel Salam mendasarkan komiknya pada laporan pandangan mata dirinya dan kesaksian warga Yogyakarta yang ia temui.
- Nasjah Djamin, yang pada 1970-an dikenal sebagai novelis prolifik, menerbitkan buku komik Hang Tuah dan Si Pai Bengal di Balai Pustaka.
- Harian Waspada di Medan menerbitkan komik setrip Wak Bindil yang terbit dalam jangka waktu lama, dengan penggambar berganti-ganti.
- Majalah Keng Po meminta Siauw Tik Kwie membuat komik setrip seri Sie Djin Koe. Komik itu tamat setelah tujuh tahun, terbit setiap minggu satu halaman.

1953
- Lubuk Pustaka, sebuah penerbit di Bandung, mulai menerbitkan beberapa judul komik, a.l.: Manik Kangkeran (oleh A. Murad, A. Ruchijat dan Iwan RS), seri komik anak Kuntum Djaja, Ibu Pertiwi dari Masa ke Masa dan Sedjarah Indonesia dalam Lukisan. Hal ini menandai fondasi pertama industri komik Indonesia.
- Seri komik Nina Gadis Rimba oleh John Lo (Djoni Lukman) diterbitkan oleh Toko Melodie di Bandung. Beberapa judul seri ini: Pohon Elmaut, Raksasa Dari Goa Hitam, Panah Api, Lantja Raksasa.
Formasi Awal Industri Cergam
Bentuk-bentuk baru hiburan kadang disambut dengan penolakan, tapi seringkali pada akhirnya dirangkul dan diadopsi menjadi media popular. Buku komik mulai membentuk sebuah formasi industri baru, ketika penerbit Melodie di Bandung meraih sukses lewat komik Sri Asih karya RA. Kosasih dan Putri Bintang karya John Lo. Keduanya merupakan karakter superhero pertama dalam sejarah cergam.
Beberapa unsur konservatif dalam masyarakat Indonesia pada masa itu memandang hiburan visual baru ini sebagai produk yang terlalu kebaratan/ke-Amerika-an dan menimbulkan protes keras yang menyerukan pelarangan komik di Indonesia. Tapi protes itu dijawab oleh penerbit Melodie dengan menerbitkan karya RA. Kosasih yang kemudian sangat sukses serta membentuk sebuah tradisi narasi visual modern baru di Indonesia: komik wayang. Genre ini sangat sukses, dan jadi salah satu genre yang bertahan dalam perkomikan Indonesia hingga kini.
Industri ini juga musti menyesuaikan diri dengan dinamika sosial politik, dan perubahan-perubahan sosio-kultural di Indonesia. Dalam konteks itu, kita lihat maraknya industri penerbitan, sehingga tumbuh pula industri buku komik di banyak kota di Indonesia. Jakarta, Surabaya, Medan, secara khusus menjadi pesaing Bndung dalam hal industri cergam dalam hal pasar maupun pencapaian artistik. Segala macam genre dan subgenre dijelajah, sejak komik propaganda hingga komik humor ringan, dari fantasi anak hingga komik religius.
Tapi, krisis ekonomi di awal 1960-an yang diikuti oleh bentrok politik yang brutal pada 1965 mengakhiri fase industrial pertama cergam atau komik Indonesia.
1954
- Pada Januari, Penerbit Melodie di Bandung menerbitkan sebuah majalah komik yang memuat komik Sri Asih karya RA. Kosasih dan Putri Bintang karya John Lo, dua karakter superhero pertama di Indonesia. Kosasih dan penerbitnya sukses besar dan meletakkan fondasi bagi generasi pertama industri cergam, sembari menjadikan Bandung ibukota komik hingga 1960-an.
- Sri Asih dialihwahanakan jadi film superhero Indonesia pertama, dengan sutradara Turino Djunaedi dan Tan Sing Hwat, dengan bintang Mimi Mariani dan Sukarno M. Noor. Saat ini, tak ada copy film itu yang bertahan. Film ini hanya tinggal kenangan.
- Tahun ini, Sie Djin Koe karya Siauw Tik Kwie (Otto Swastika) terbit di koran Star. Setiap minggu selama tujuh tahun, Siauw Tik Kwie menuntaskan cergam klasik ini, dan jadi salah satu pelopor genre silat yang berpengaruh pada, a.l., Ganes TH di era 1960-an.
- Terbit pula komik sci-fi serupa Flash Gordon, yakni Kapten Komet (karya Kong Ong), dan fabel humor Popo yang meniru Mickey Mouse. Penerbit Liong dari Semarang menerbitkan seri Dagelan Petruk Gareng dan Keluarga Miring karya Indri Sudono, kelak akan jadi subgenre sendiri, “Cergam Petruk-Gareng” yang banyak dieksploitasi oleh Tatang S. pada 1980-an hingga 1990-an.
- Para pendidik Indonesia menyerang komik sebagai “kebarat-baratan” dan menghendaki komik dihapus dari Indonesia. Penerbit Keng Po dan Melodi merespon dengan menerbitkan Lahirnya Gatot Kaca, Raden Palasara (Johnlo), dan Mahabarata (R.A. Kosasih). Seri Mahabharata lantas berlanjut hingga 40 volume, dan hingga kini masih berpengaruh secara kultural maupun dari segi industri, dengan memapankan genre khas cergam di Indonesia, yakni komik wayang.

1956
- Bandung jadi pusat produksi komik nasional, dengan semaraknya terbitan komik oleh enam penerbit komik, dengan Melodie sebagai penerbit komik paling sukses. Saingannya adalah penerbit Keng Po (Jakarta). Saat itu, komik Mahabharata (R.A. Kosasih) didaku mencapai oplag 30 ribu eksemplar setiap nomor dari 40 nomor terbitannya.
- Wiro, Anak Rimba Indonesia, karya Kwik Ing Ho, terbit oleh Penerbit Liong di Semarang dan jadi cergam petualangan rimba paling popular bagi 2-3 generasi hingga 1970-an.
- Wajang Poerwa karya Ardisoma pertama kali terbit secara berseri, dan dianggap para kritikus senirupa atau peneliti komik sebagai salah satu komik Indonesia terbaik sepanjang masa.
1958
Taguan Hardjo, masih belajar bahasa Indonesia karena baru tiba di Medan setelah bermigrasi dari tanah kelahirannya di Suriname, menerbitkan komiknya yang pertama, Mentjari Musang Berdjanggut di harian Waspada, Medan. Ia akan menjadi salah satu seniman komik Indonesia terbesar dalam “aliran Cergam Medan” bersama Zam Nuldyn, Djas, dll. Ciri menonjol aliran ini adalah format buku memanjang mengikuti kaidah komik setrip satu baris dengan panil memanjang ke samping. Ciri lain: gaya gambar realis yang sangat mumpuni.
1961
- Moch. Radjien menerbitkan komiknya yang termasyhur, Maling Tjaluring di Surabaya. Dia adalah salah satu seniman komik terbaik pada era 1960-an, dengan menggabungkan gaya clear line dan seni dekoratif tradisional Jawa.
- Di Medan, Majalah Tjergam terbit dengan slogan “Tjerita Gambar Bermutu Berkepribadian Nasional Indonesia”.
- Cergam pertama bergenre “Sorga-Neraka” terbit, dengan judul Taman Firdaus oleh KT. Ahmar. Cergam ini merupakan komik pendidikan, dan subgenre dari genre komik religius/Islam, yang dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga keagamaan untuk menyebarkan nilai keislaman ke anak-anak. Pada 1970-an hingga 1980-an, genre Sorga-Neraka jadi genre eksploitatif, dengan menonjolkan adegan siksa neraka secara cukup eksplisit.
1962
Puncak kejayaan Cergam Medan. Pada tahun ini pula terbit roman sejarah karya Taguan Hardjo, Morina, dan pada sampulnya, Taguan menyebut komik ini sebagai “nopel bergambar”, yang boleh dibilang sepadan dengan istilah “novel grafis” yang antara lain berciri kesadaran sastrawi dan kesadaran artistik yang tinggi.

1963
Dipelopori para penerbit Medan, periode ini dipenuhi komik-komik propaganda nasionalisme ala Soekarno. Mulai citraan ideal masa lalu dalam komik Rahasia Borobudur (AS. Danial), hingga idealisasi masa revolusi dalam Udin Pelor dan “komik sejarah” Mongonsidi. Sebuah komik propaganda “antinekolim” mengambil genre sci-fi, menggambarkan roket Indonesia bernama Pasiluum (“Pantjasila untuk Umat Manusia”).
1964
Mulai muncul cikal bakal trend baru cergam Roman, bertutur kisah romantis remaja sambil masih mengandung pesan moral pentingnya nilai Revolusi. Jan Mintaraga, Zaldy Armendaris, dan Simon Iskandar disebut sebagai pelopor komik Roman.
1947
Majalah Keng Po menerbitkan komik setrip Amerika dari sindikasi King Features Syndicate dan semacamnya, a.l. seri Tarzan karya Hal Foster, Burne Hogarth, dll. Seri Tarzan banyak memengaruhi komikus Indonesia mencipta genre “petualangan rimba”.
1965
- Cergam Roman Remaja mengental jadi komik yang didominasi keinginan mencari untung, mengeksploitasi erotisisme, dan kekerasan. Seniman muda seperti Budijanto, Budijono, dan Alex Iskandar lebih kerap menampilkan adegan seks, mode rok mini, dan perilaku amoral. Ini membuat marah beberapa partai dan memaksa pemda Semarang membakar komik yang terbit saat itu.
- Harian Rakjat, sebuah koran yang berafiliasi dengan partai komunis di Jakarta, menerbitkan komik berjudul Peristiwa Indramaju, yang merupakan komik jurnalistik tentang pemberontakan rakyat Indramayu melawan polisi karena krisis ekonomi dan pangan.
1966
- Kartunis dan komikus Ganes TH diinterogasi karena ia bekerja di koran Warta Bhakti yang dianggap bagian dari PKI (Partai Komunis Indonesia) yang dianggap memberontak dan membunuhi para jenderal dalam “Pemberontakan 30 September 1965”.
- IKASTI (Ikatan Seniman Tjergam Indonesia) didirikan untuk mengawasi perkembangan cergam. Anggota dewan pengurus organisasi ini termasuk dari organisasi mahasiswa, anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), para pejabat dari Kementerian Kehakiman, Kementerian Penerangan, dan polisi. Ganes TH masuk daftar black list bersama Budijanto (karena masalah pornografi). Di Jakarta, Seksi Bina Budaja ditugaskan sebagai wakil kepolisian untuk memeriksa isi komik dan memberi izin terbit (berupa cap yang dicantumkan di setiap terbitan cergam).
Fase Kedua Industri Cergam
Perubahan rezim yang sebetulnya sangat berdarah, dari Soekarno ke Soeharto, membawa banyak harapan baru dan secara perlahan memaksakan sebuah normalitas baru bagi rakyat Indonesia. Stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi diterapkan secara nyaris fanatik di seluruh negeri. Retorika lantang dan bawel Revolusi dijauhi dan ketakpuasan rakyat musti disapu ke bawah karpet. Komik (sebagaimana musik pop dan film komersial) jadi wahana eskapisme sempurna.
Awal dari fase kedua industri cergam adalah kesuksesan luarbiasa komik Si Buta Dari Gua Hantu ciptaan Ganes TH. Walau cergam silat sudah banyak dibuat sebelum Si Buta (apalagi, Ganes membuat komik silat di bawah pengaruh Siauw Tik Wie, pembuat Sie Djin Koe), inilah komik yang mengenalkan genre khas cergam ini ke publik luas. Popularitas genre cergam silat mulanya berdampingan dengan sukses genre Roman Remaja –sebuah genre eskapisme sempurna di masa awal rezim Soeharto. Kedua genre ini mendominasi industri cergam di akhir 1960-an hingga awal 1970-an. Genre Cergam Superhero juga mencuat pada awal 1970-an. Genre Cergam Silat terus dominan hingga 1980-an, di saat pamor Cergam Roman makin pudar.
Hal istimewa dari ciptaan Ganes TH, Si Buta Dari Gua Hantu, dialihwahanakan jadi film dengan sutradara Lilik Sudjio. Filmnya sukses, dan membentuk pola relasi antara industri komik dan industri film yang cukup erat hingga 1990-an. Lilih Sudjio juga membuat dua film superhero, Darna Ajaib (1980) dan Gundala Putera Petir (1981). Pola demikian tak terbentuk pada saat Sri Asih dialihwahanakan ke film pada 1954.
Di sisi lain, dalam fase ini, tradisi “novel grafis” berlanjut. Sebuah judul dalam suatu seri cergam bisa mencapai panjang cerita lebih dari 1000 halaman (cerita sepanjang 600-700 halaman cukup lazim di masa itu). Kebanyakan judul yang berhasil di pasaran adalah kisah-kisah buat orang dewasa –mengandung filosofi hidup, kekerasan, dan sering pula adegan seks/erotik. Cergam untuk anak dan komik pendidikan juga semakin besar pasar mereka baik dalam format buku maupun dalam bentuk komik setrip di majalah atau koran. Koran-koran dan majalah-majalah nasional maupun lokal menyediakan ruang bagi komik cukup banyak. Banyak “komik sampah”, tapi sebagian seniman mampu bereksperimentasi dan menyempurnakan teknik narasi visual mereka.
Dalam periode ini, Cergam dibenci tapi juga dicari. Tapi jelas pula, Cergam telah jadi sebuah hiburan rakyat dan subkultur penting yang tak bisa lagi ditampik.
1967
- Si Buta Dari Goa Hantu (Ganes TH.) terbit. Komik ini jadi tonggak industri komik silat, yang menjadi masa kejayaan kedua komik Indonesia. Pada masa ini, yang juga sukses di pasaran adalah komik roman/komik remaja, dengan dua bintangnya: Zaldy dan Jan Mintaraga. Format komik Indonesia pun mulai didominasi ukuran 13X18 cm. (meniru salah satu format di Inggris), hitam-putih, dengan cover lukisan.
- Teguh Santosa menerbitkan komik roman sejarah, Bukan Tebusan Dosa, yang dianggap salah satu masterpiece awal Teguh.

1968
- udul pertama Panji Tengkorak (Hans Jaladara) versi pertama, terbit. Pada 1980, seri ini terbit dalam versi kedua. Pada 1990-an, terbit versi ketiga yang mirip manga.
- Sebuah Noda Hitam karya Jan Mintaraga terbit, dianggap salah satu masterpiece Cergam Roman.
- Bajing Ireng karya Djair Warni Ponakanda terbit, dan merupakan debut serial Jaka Sembung.
1969
- Majalah komik Indonesia paling berpengaruh, Eres, terbit.
- Godam (Wid NS) dan Gundala (Hasmi) terbit –menjadi tonggak genre superhero lokal. Keduanya kemudian dikenal sebagai seniman komik di studio Savicap, berbasis di Yogyakarta. Keterampilan teknis dan kedalaman estetika narasi visual Wid NS terus meningkat hingga ia wafat. Sementara Gundala ciptaan Hasmi jadi karakter komik Indonesia klasik yang paling dikenal bersama Sri Asih, Jaka Sembung, dan Si Buta dari Goa Hantu pada era 2000-an. Superhero lain yang lahir tahun ini adalah Laba-laba Merah (Kus Bram) dan Maza Sang Penakluk (Hasmi).
- Teguh Santosa memulai mahakaryanya, trilogi Sandhora, dengan menerbitkan volume awal Shandora.
1961
- Moch. Radjien menerbitkan komiknya yang termasyhur, Maling Tjaluring di Surabaya. Dia adalah salah satu seniman komik terbaik pada era 1960-an, dengan menggabungkan gaya clear line dan seni dekoratif tradisional Jawa.
- Di Medan, Majalah Tjergam terbit dengan slogan “Tjerita Gambar Bermutu Berkepribadian Nasional Indonesia”.
- Cergam pertama bergenre “Sorga-Neraka” terbit, dengan judul Taman Firdaus oleh KT. Ahmar. Cergam ini merupakan komik pendidikan, dan subgenre dari genre komik religius/Islam, yang dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga keagamaan untuk menyebarkan nilai keislaman ke anak-anak. Pada 1970-an hingga 1980-an, genre Sorga-Neraka jadi genre eksploitatif, dengan menonjolkan adegan siksa neraka secara cukup eksplisit.
1970
- Si Buta difilmkan, dengan bintang Ratno Timoer dan Maroeli Sitompoel.
- Tahun ini, 199 seniman, 700 judul komik terdaftar; 450 di antaranya adalah judul baru. Bina Budaya memeriksa 441 judul, kebanyakan diproduksi di Jakarta dan Bandung, 250 dari Bandung.

1971
- Majalah Eres berhenti terbit.
- Maranatha menerbitkan Dongeng-dongeng HC. Andersen, yang kemudian hingga 1980-an jadi genre cergam tersendiri.
- Majalah Tjaraka memuat seri komik strip Mat Pilun karya Delsy Samsuar, mengukuhkan pendekatan komik setrip dengan kandungan laporan jurnalistik dan komentar sosial.
- Kompas memuat komik penerangan cara mengikuti Pemilu 1971. Penerbit buku Pustaka Jaya, khususnya Ajip Rosidi, menyatakan tak akan menerbitkan komik karena komik membuat anak-anak malas (Tempo, no. 6, 1971).
1972
Mansur Daman (Man) memulai seri Manda Si Golok Setan yang akan menjadi salah satu karakter Cergam Silat paling terkenal hingga 2000-an.
1976
Penelitian Dr. Marcel Bonneff tentang komik Indonesia yang dilaksanakan pada 1969-1971 diterbitkan di Prancis, dengan judul Les Bandes Dessines Indonesiennes.
1977
- Goenawan Mohamad menulis esai, “Dari Dunia Superhero: Sebuah Laporan” di jurnal Prisma. Salah satu kupasan terpenting tentang komik Indonesia –walau tak lengkap cakupannya.
- Majalah Hai terbit pertama kali, digawangi oleh Arswendo Atmowiloto yang punya perhatian besar pada komik. Majalah ini, hingga 1980-an, banyak mengenalkan komik manca negara (khususnya Eropa) kepada remaja Indonesia. Komik ini juga rajin menerbitkan komik karya para master komik Indonesia, seperti Mahesa Rani (Teguh Santosa), Tuan Tanah Kedawung (Ganes TH), Komandan Squadron Braddock (Jan Mintaraga). Majalah ini juga sempat memuat rubrik pelajaran menggambar yang diasuh Jan.
1979
- Komik setrip Panji Koming karya Dwi Koen terbit pertama kali di harian Kompas. Seri ini menjadi katalis kritik politik lewat pendekatan sindiran, kepada rezim Soeharto yang sangat tangan besi membelenggu kritik politik.
- Arswendo menuliskan seri artikel “Komik Itu Baik” di Kompas, pada 10-15 Agustus 1979. Seri ini berkembang jadi serangkaian artikel lanjutan mengenalkan cergam ke masyarakat luas oleh Arswendo di Kompas hingga 1980. Rangkaian artikel ini menggugat anggapan mapan di masyarakat bahwa komik itu buruk, dengan memapar sejarah singkat komik Indonesia. Seri tulisan ini memicu diskusi hangat di masyarakat.
1980
- 12 November 1980, berangkat dari seri artikel “Komik Itu Baik”, Seno Gumira Ajidarma dan beberapa seniman. akademisi, budayawan, mengadakan seminar pertama dan pameran komik Indonesia di Senisono, Yogyakarta.
- Sebuah perusahaan kecil, Cahaya Asia Komik Group, menerbitkan komik lepas secara berkesinambungan dalam ukuran majalah, kertas glossy, dan berwarna, karya-karya Wid N.S., Hasmi, dan sebagainya, dengan judul-judul antara lain: Empat Patriot dan Sumur Intan, Jini di Pulau Canang Gaib, Aries Anak Genius, dan Rahasia Hutan Kalang.
- Seri Jaka Tuak karya Henky menjadi popular. Salah satu judulnya, Pembalasan Mata Setan II, terbit dan jadi best sellers. Komik ini adalah produk dari kelompok “Henky & Co.”, yang terdiri seniman-seniman komik seperti Arie, Yanthi Shiu, Pros, Abby, Yonky, Adhi, Hanny, Sindhu, dan Prisma. Grup ini sangat produktif hingga 1986.
1981
- Jaka Sembung dialihwahanakan jadi film, dengan judul Jaka Sembung Sang Penakluk (diedarkan pada 1982), yang berlanjut dengan sekuel Jaka Sembung dan Bajing Ireng, Si Buta Lawan Jaka Sembung, dan Jaka Sembung dan Dewi Samudra.
- Gundala Putra Petir juga diadaptasi jadi film dengan sutradara Lilik Sudjio, dengan bintang Teddy Purba, Ami Prijono dan W.D. Mochtar.
1983
- Kho Wang Gie, pencipta komik setrip modern Indonesia pertama, Put On, meninggal.
- Komik kolaboratif seniman Yogyakarta Merebut Kota Perjuangan terbit, dilukis oleh Wid NS, Hasmi, Djoni Andrean, Hasyim Katamsi, dan Marsoedi. Kisahnya seputar peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, dibuat sebagai komik propaganda rezim Soeharto, terbit dengan kata pengantar dari presiden. Yang istimewa, komik ini menggunakan teknik lukisan cat air yang mumpuni.
1985
Penerbit Misurind menerbitkan seri wayang gubahan baru, seri Mahabarata (Teguh Santosa) dan Ramayana (Jan Mintaraga). Seri ini dicetak dalam ukuran majalah dan berwarna (cat air).
1988
Pada 11 Maret, cergamis aliran Medan, Zam Nuldyn (nama aslinya, Zamal Abidin Ahmad) wafat.
1993
- Penyair dan doktor sastra UI, Sapardi Djoko Damono, melontarkan pendapat bahwa terbuka kemungkinan komik sebagai bahan pengajaran untuk murid SD hingga SMU. Reaksi pro-kontra muncul di masyarakat. Kompas merekam kebanyakan reaksi kontra yang keras muncul dari para praktisi pendidikan seperti para guru dan kepala sekolah. Seorang kepala sekolah bahkan menginginkan agar komik dihapus saja.
- Sayembara Komik Nasional diadakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan Dirjen Kebudayaan saat itu adalah Ibu Edi Sedyawati. Lomba ini terus dilaksanakan hingga 1997, dan para pemenang diterbitkan karya mereka di Balai Pustaka.
Era DIY dan Komik Digital
Indonesia memasuki puncak ekonomi konsumsi. Secara politis, Soeharto sedang di puncak kekuasaannya. Tapi rezim Soeharto dan sistem ekonominya telah berkuasa terlalu lama. Kaum muda gelisah, beberapa unsur kritis dalam masyarakat mulai berkonsolidasi menyusun sebuah gerakan yang kuat untuk beroposisi terhadap rezim maha kuasa saat itu.
Bibit pemikiran kritis dan independen mulai tumbuh di kampus-kampus, orang-orang media, sastra baru, dan komunitas-komunitas seni. Bibit-bibit itu sangat cocok dengan semangat Punk, atau semangat DIY (Do It Yourself) yang jadi pilihan generasi baru para seniman komik muda di Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Beberapa dari mereka bahkan memang bergaya hidup menganut nilai-nilai Punk: Athonk di Yogyakarta, dan Pidi Baiq di Bandung.
Mereka memandang standar kaku penerbit-penerbit besar sebagai perwujudan antagonisme korporat terhadap kebebasan estetika para seniman, dan mereka memilih untuk mencipta dan memproduksi karya mereka di luar sistem: mereka menerbitkan karya-karya mereka secara mandiri, dengan bantuan mesin-mesin fotokopi.
Mereka membentuk berbagai komunitas, dan, secara logis, mencipta pasar mereka sendiri, yang berbasis komunitas dalam hal distribusi dan sirkulasi karya mereka. Nafas baru kebebasan kreatif dan kadang penalaran kritis (walau sering bersifat amatir) yang bersifat langsung, gamblang, dengan segera menarik perhatian kaum muda.
Periode ini juga menampakkan kebangkitan pasar pembaca komik dari kelompok perempuan secara kuat di industri komik Indonesia. Sumbangsih persebaran komik Jepang (manga) dalam industri komik kita termasuk besar atas kemunculan pasar baru ini. Pasar pembaca perempuan tersebut segera diikuti kebangkitan para seniman komik dari kalangan perempuan yang mengulik banyak jenis gaya dan genre. Tita Larasati menonjol karena karya “graphic diary” dan “graphice travelogue” yang secara estetis berakar pada gaya personal tuturan visual dan novel grafis Eropa.
Dalam periode ini, Cergam dibenci tapi juga dicari. Tapi jelas pula, Cergam telah jadi sebuah hiburan rakyat dan subkultur penting yang tak bisa lagi ditampik.
1994
- Studio Animik berdiri di Bandung. Studio ini menerapkan sistem studio ala pembuatan komik di Amerika, dengan mekanisme assembly dalam membuat komik, dengan pemecahan kerja tim menjadi writer, penciller, inker, letterer, dan sebagainya.
- Di Yogya, Athonk mengeluarkan komik Pure Black secara fotokopian. Komik ini penuh semangat underground, dan diilhami oleh gagasan-gagasan Punk.
- Penerbit Elex Media menerbitkan Imperium Majapahit (Jan Mintaraga), yang menjadi komik lokal pertama mereka (setelah diproses lebih dari 3 tahun).
1995
- Studio Core Comics (Yogya), QN (Bandung), dan Sekte Komik (IKJ Jakarta), bertemu dalam sebuah pameran kecil di Pasar Seni Ancol. Sempat beredar kaos bertajuk “Halo Komik Indonesia”, yang menyapa keberadaan komik Indonesia yang sedang vakum.
- Ganes TH wafat pada 10 Desember 1995
1996
- Terbit Caroq (Thoriq), Kapten Bandung (Motul), Avatar (Studio Bajing Loncat), Godam versi Sraten Comics. Semua terbit berwarna, dan diproduksi dengan mekanisme industri yang meniru sistem Amerika. Pada akhir tahun ini, Krisis Moneter mulai mengimbas ke Indonesia.
- Panji Tengkorak diterbitkan lagi dalam versi baru dengan format dan gaya manga.

1997
- Masyarakat Komik Indonesia (MKI) berdiri di Jakarta pada 15 Maret 1997, dalam event Pekan Komik Nasional (PKN) I di UI.
- Di Yogya, Apotik Komik (dimotori antara lain oleh Samuel Indratama, terdiri 13 perupa komik Yogya), membuat komik dinding yang menarik perhatian masyarakat. Krisis Moneter mencapai puncak, disusul dengan krisis politik besar.
- DAR! Mizan mengeluarkan produk pertama mereka, komik Nabi Muhammad, yang terbit hingga 12 jilid. KPG mengeluarkan seri Lagak Jakarta karya Beni dan Mice, yang laris di pasaran.
- Lini Ganesha-Bobo dari Gramedia menerbitkan komik seri Pendidikan dan seri Sejarah Nasional yang digambar dan dilukis oleh a.l. Hasmi dan Wid NS. Seri ini terbit berwarna dan sempat mencapai belasan nomor.

1998
- Di Bandung, studio Molotov dan Studio Ajaib mengeluarkan produk indie, yang digarap serius.
- Di Yogya, Eka Kurniawan, Agung, dan Seno Joko mendirikan Komikaze. Mereka menarik perhatian ketika mengenalkan selebaran demonstrasi berupa komik fotokopian.
- PKN II di Fakultas Sastra UI. Dalam event ini, beredar logo “Support Your Local Underground Comics” yang dirancang oleh Ardie (Studio Karpet Biru), yang kemudian dipakai sebagai jargon MKI hingga kini (belakangan, kata “underground” dihilangkan oleh Ardie).
- Pekan Komik dan Animasi Nasional (PKAN I) digelar di Galeri Nasional Gambir, atas prakarsa Depdikbud. Rangkaian acara mencakup Seminar Komik di Perpustakaan Nasional, dengan pembicara a.l. Jim Supangkat, Prof. Edi Sedyawati, Ibu Rahayu S. Hidayat, dll. Dalam acara ini, ditetapkan bahwa 12 Februari sebagai Hari Komik Nasional, tapi penetapan ini tak berjalan efektif.
- Depdikbud juga mengumumkan pemenang lomba komik nasional, dengan pemenang pertama komik karya Kiri Komik dari Yogya (yang terus mendominasi lomba ini selama beberapa tahun). Eksponen Kiri Komik, Ahmad Ismail (Ma’il), bekerjasama dengan DAR!Mizan yang menerbitkan seri komik 1001 Malam. Oleh rekan-rekannya di Yogya, Ma’il dianggap membawa “industri” ke scene komik Yogya untuk pertama kalinya.
Pada 21 Desember 1998, Lembaga Kebudayaan Rakyat Taring Padi mendeklarasikan Mukadimah-nya di LBH Yogyakarta. Taring Padi menerbitkan zine yang berpengaruh pada komikus Yogyakarta, Terompet Rakyat, dan beberapa komik dengan pendekatan realisme sosial.

1999
- Amien Rais: Jejak Langkah Bersejarah, Bukan Kancil Pilek karya A. Luqman dan Gelar Soetopo terbit, dengan klaim sebagai komik politik pertama.
- DAR! Mizan menerbitkan novel-komik seri Si Olin dan Sawung Kampret (Dwi Koen).
- Muncul pembuat komik perempuan dengan aliran shojo manga, dan mengadopsi nama pena seakan Jepang, seperti Anzu Hizawa, Calista Takarai, dan Shinju Arisa. Karya mereka diterbitkan penerbit Elex Media, dan cukup popular.
- Jan Mintaraga wafat pada 14 Desember 1999 di Pamulang, Banten.

2000
- Luqman dan Cahyo Baskoro mengeluarkan komik Cara Mabrur Naik Haji & Umrah, dengan kertas mewah dan berwarna, 136 halaman. Dengan pangsa pasar khusus, komik ini terhitung salah satu yang terlaris di Indonesia, mencapai oplag lebih dari 20 ribu eksemplar.
- Eko Nugroho di Yogya meluncurkan antologi komik The Daging Tumbuh, dengan semangat underground yang terinspirasi motto gerakan Punk, DIY (Do It Yourself). Antologi ini tumbuh menjadi salah satu ikon komik indie Indonesia.
- Zaldy Purwanta, pernah terkenal sebagai cergamis Roman, wafat pada 19 September 2000.
- Teguh Santosa wafat pada 25 Oktober 2000 karena kanker di tangannya.
2001
- Tabloid komik Komika terbit, tapi setelah nomor pertama, tim pimpinan Har hengkang. Tabloid itu dilanjutkan oleh tim baru, memuat karya-karya para komikus muda yang berada di lingkungan MKI, seperti Oyas, Ipot, dkk. Tabloid ini terbit berwarna, hanya sampai no. 7. Har sendiri mengeluarkan Tabloid komik SAP, juga berwarna. Tabloid ini menerbitkan karya-karya para komikus senior seperti Har sendiri (menerbitkan kelanjutan cerita Trean), Taguan Hardjo, Bambang Oeban, dkk. Juga hanya sampai no. 7.
- British Council dan Pengumpul Komik Indonesia (Pengki) mengadakan pameran pertama karya 7 komikus Indonesia dari 1960-an-1980-an. Pengki juga mengeluarkan nomor perdana Panel, sebuah zine komik.
- “Kabinet Komik Indie” (KKI / Indie Comics Cabinet) didirikan sebagai komunitas yang terdiri dari beberapa grup komik dan menyatakan diri sebagai komikus “indie”.
- Wisnoe Lee memelopori komik setrip online dengan menerbitkan seri Gibug dan Oncom pada 18 November.
2002
Taguan Harjo wafat pada 25 September 2002 di Jakarta.
2003
- Komik seri Gebora diterbitkan oleh LSM Common Ground Indonesia. 48 halaman dan berwarna, ditujukan untuk anak-anak di daerah konflik Kalimantan dan Madura. Sempat menimbulkan protes di Madura, dari para politisi lokal yang belum membaca komik ini.
- Festival Komik Asia I diadakan oleh DKV ITB Bandung, dengan seminar yang menghadirkan Kosei Ono, Profesor Studi Asia dari Jepang.
- Penerbit M&C! Meluncurkan tiga judul komik lokal: seri Dua Warna (Alfi), seri Alakazam (Doni), dan antologi komik Tomat karya Libra. Dua Warna dan Alakazam terbit berwarna dengan format komik Amerika.
- Wid NS wafat di Yogyakarta pada 26 Desember 2003.
2005
- Terrant Comics menerbitkan Split karya Bayu Indie. Eko Nugroho meluncurkan The Konyol terbitan Orakel (Yogya). Si Buta Dari Goa Hantu diterbitkan ulang.
- Dua orang komikus kita menembus pasar Amerika: Doni (Alakazam) menjadi penggambar novel grafis Texarkana; Chris (Avatar, Studio Balon, yang sedang belajar komik di Savannah University, Amerika) menjadi penciller seri Jossie and The Pussycat.
- Koran Tempo yang berubah format menjadi compact menyediakan 1 halaman untuk komik lokal.
- Pameran komik “Peter van Dongen dan Rekan-rekan Komikus Indonesia” (Peter van Dongen, Dwinita Larasati, Beng Rahadian, Anto Motulz, dan M. Cahya Daulay), diselenggarakan oleh Erasmus Huis Jakarta, Pusat Kebudayaan Belanda.
- Akademi Samali didirikan oleh Beng Rahadian, Hikmat Darmawan, dan Zaki, pada bulan Mei. Komunitas ini, di bawah penanganan Beng, banyak aktif dalam gerakan komunitas komik maupun menjadi penghubung dengan program-program seni budaya dari pemerintah, dan melakukan kegiatan pengarsipan komik dengan fokus komik indie.
- CP Biennalle dengan kurator Jim Supangkat menyertakan kolektif Taring Padi dan komunitas Akademi Samali menampilkan karya bersama karya senirupa kontemporer internasional. Sebuah karya dituduh mengandung pornografi, karena ada foto digital seolah telanjang dari Anjasmara dan Isabel Yahya, menimbulkan protes masyarakat, dan menandai “prestasi” awal Forum Pembela Islam (FPI) menekan acara kesenian di Indonesia.
2006
- Indonesia pertama kali ikut serta dalam event internasional 24 Hours Comics, dilakukan serempak di Jakarta, Bandung, Surabaya. Dua karya dari komikus Indonesia terpilih untuk masuk buku kompilasi 24 Hours Comics Day Highlights 2006, yaitu karya Dwinita Larasati (Transition) dan Alam Muammar (Ciuman Pangeran bukan Untuk Permaisuri).
- Di San Dieogo Comic-Con, Chris Lie menerbitkan Return to Labyrinth, yang mencapai posisi nomor satu penjualan komik manga di USA saat itu.
2007
- Eksposisi Komik DI:Y (Daerah Istimewa: Yourself), adalah salah satu pameran yang secara khusus menempatkan seni komik dalam lembaga seni rupa di Indonesia, merupakan program Komite Senirupa DKJ (saat itu diinisiasi oleh anggota DKJ, Ade Darmawan dan Bambang Bujono).
- Menampilkan sepuluh komikus yang dianggap mewakili perkembangan gelombang ketiga komikus Indonesia (pertengahan 1990-an hingga sekarang), yakni: Eko Nugroho, Iwank, Bambang Toko, Beng Rahadian, Athonk, Didoth, Mail, Pras, Tita Larasati.Shirley Y. Susilo terpilih sebagai pemenang ke-5 International Manga Award ke-2 di Jepang, untuk seri komiknya, Sang Sayur.
- Pameran Komik Indonesia Satu Dekade (KONDE).
- Kosasih Award untuk pertama kali diadakan dengan sepuluh kategori.

2008
- · Pada 4 Februari, Telkomsel menerbitkan M-Komik, yang merupakan terobosan karena memungkinkan orang Indonesia membaca komik di telepon genggam mereka.
- Setelah menerbitkan komik secara rutin secara online lewat Multiply.com, Dwinita (Tita) Larasati menerbitkan seleksi diari grafisnya, dengan judul Curhat Tita lewat lini penerbitan Curhat Anak Bangsa (CAB), yang kemudian bermitra dengan penerbit Mizan. Komik Tita mengawali munculnya “komik Curhat” dengan kehadiran komikus perempuan yang sangat kuat, seperti Curhat Lala oleh Sheila Rooswitha.