Skip to content Skip to footer

Seniman Komik

Abdul Salam

H

e was one of the cofounders of PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia, or The Association of Indonesian Illustrators) with Sudjojono in 1938. The association was both an aesthetic movement and nationalistic statement.

Abdulsalam deciced to focus on illustration and comics art for his career as an artist. In 1952, his first comics strip was published in Kedaulatan Rakjat, a Jogjakarta-based newspaper. The strip was Kisah Pendudukan Jogja (The Story of Jogja’s Occupation), about the violent period in Jogja between 19 December 1948 and 29 June 1949, “The Clash” between Dutch army and Indonesian guerrillas.

The strip showcased his masterful skill in line art, composition, and realistic drawing style. His images of war machines, juxtaposed with Indonesian natural setting and common people in villages or war torned Jogja were very finely executed. His realistic style had an authentic feel because he based his stories and images on his eye witness experience of the Indonesian war.

His masterful illustrative art continued to perfection in his later works such as Untung Surapati, dari budak mendjadi pahlawan (Untung Surapati, From Slave to Hero, unknown year of publication). This masterpiece was also a proof of Abdulsalam’s literary sensibility in creating historical fiction.

He passed away in 1987, in Yogyakarta, and left not so many works of comics but continued to be remembered as one of the greatest Indonesian comics artist and illustrator.

 

 D

ia adalah salah satu dari para pendiri PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) bersama dengan Sudjojono pada tahun 1938. Asosiasi tersebut merupakan gerakan estetika dan pernyataan nasionalistik.

Abdulsalam memutuskan untuk fokus pada ilustrasi dan seni komik sebagai karirnya sebagai seniman. Pada tahun 1952, strip komik pertamanya dipublikasikan di Kedaulatan Rakjat, sebuah surat kabar yang berbasis di Jogjakarta. Strip tersebut adalah Kisah Pendudukan Jogja, tentang periode kekerasan di Jogja antara tanggal 19 Desember 1948 dan 29 Juni 1949, “The Clash” antara tentara Belanda dan gerilyawan Indonesia.

Strip tersebut memamerkan keterampilan yang mahir dalam seni garis, komposisi, dan gaya gambar realistis. Gambar-gambar mesin perangnya, yang dipadukan dengan pengaturan alam Indonesia dan orang-orang biasa di desa atau Jogja yang dilanda perang, sangat halus dan terampil. Gaya realistisnya memiliki nuansa otentik karena ia berdasarkan pengalaman pengamatannya sendiri dari perang Indonesia.

Seni ilustrasinya yang mahir terus ditingkatkan dalam karya-karyanya selanjutnya seperti Untung Surapati, dari budak menjadi pahlawan (tahun penerbitan tidak diketahui). Karya masterpiece ini juga merupakan bukti sensitivitas sastra Abdulsalam dalam menciptakan fiksi sejarah.

Dia meninggal dunia pada tahun 1987 di Yogyakarta, dan tidak banyak karya komik yang ia tinggalkan tetapi terus diingat sebagai salah satu seniman dan ilustrator komik Indonesia terbesar.